Indosultra.com, Kendari – Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara kembali menyoroti sederet persoalan serius yang melibatkan PT. Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), mulai dari janji pembangunan smelter yang tak kunjung terealisasi hingga dugaan kontribusi perusahaan terhadap bencana banjir di Kecamatan Routa.
Direktur Ampuh Sultra, Hendro Nilopo, mengungkapkan keprihatinannya terhadap kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT. SCM yang dinilai sangat fantastis, yakni mencapai 19 juta metrik ton. Jumlah ini dianggap tidak selaras dengan peran PT. SCM sebagai pengelola Kawasan Mega Industri di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe.
“Sejak kapan pengelola kawasan industri membutuhkan kuota RKAB sebesar itu? Ini malah terkesan seperti perusahaan tambang biasa yang hanya mengejar penjualan ore nikel,” kata Hendro kepada media, Rabu (28/5/2025).
Ampuh Sultra mengingatkan bahwa dalam pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten Konawe pada 2022, manajemen PT. SCM sempat memaparkan rencana ambisius: membangun dua smelter dan satu pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kecamatan Routa.
Dalam presentasinya, PT. SCM menyebutkan lokasi pembangunan smelter limonit dan saprolit akan berlokasi di Desa Lalomerui. Selain itu, smelter milik PT. Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) juga direncanakan berdiri di wilayah Matabuangga. Bahkan, sebuah PLTS disebut-sebut akan dibangun untuk mendukung operasional kawasan industri.
“Mana smelter di Lalomerui? Mana smelter IKIP di Matabuangga? Mana PLTS-nya? Semua hanya janji yang tidak ada realisasinya,” tegasnya.
Fakta di lapangan menunjukkan PT. SCM justru lebih fokus pada penambangan dan penjualan ore nikel mentah ke Morowali, Sulawesi Tengah. Bahkan, menurut Ampuh Sultra, pengangkutan ore dilakukan dengan dua metode: hauling melalui darat dan penggunaan pipa besar.
“Saking fokusnya menjual ore, sampai-sampai pakai dua metode sekaligus. Tapi pembangunan smelter yang dijanjikan ke masyarakat? Tidak ada,” kata aktivis yang akrab disapa Egis itu.
Kegiatan penambangan PT. SCM juga diduga berkontribusi terhadap bencana banjir yang melanda Kelurahan Routa. Kondisi ini dinilai semakin memperparah penderitaan masyarakat yang sejak awal berharap akan kemajuan kawasan industri.
“Smelter tidak ada, malah banjir yang datang. Kalau begini, PT. SCM untung besar, masyarakat yang merugi,” imbuhnya.
Ampuh Sultra memberi peringatan keras kepada PT. SCM agar menghentikan praktik yang mereka sebut sebagai “simbiosis parasitisme” di Routa. Mereka juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi ulang pemberian kuota RKAB yang dinilai tidak rasional.
“Jangan hanya ambil untungnya saja! Ibaratnya, PT. SCM merdeka, masyarakat berduka,” pungkas Hendro.
Ampuh Sultra mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan pemerintah pusat untuk segera memperjelas status dan peran PT. SCM apakah benar sebagai pengelola kawasan industri, atau semata-mata perusahaan tambang.
“Ini bukan soal proyek semata. Ini soal nasib puluhan ribu calon tenaga kerja yang selama ini menantikan hadirnya smelter di Kecamatan Routa,” tutupnya.
Laporan: Krismawan





















