“Cubit Anggaran” Rp 58 Juta, Eks Staf Sebut Perintah Wali Kota Kendari: Nota Fiktif Dibuat, Laptop Dan Pulsa Fiktif Dicairkan

"Cubit Anggaran" Rp 58 Juta, Eks Staf Sebut Perintah Wali Kota Kendari: Nota Fiktif Dibuat, Laptop Dan Pulsa Fiktif Dicairkan

Indosultra.com, Kendari – Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang kasus dugaan korupsi anggaran Sekretariat Daerah (Setda) Kota Kendari tahun anggaran 2020. Salah satu saksi, Asnita Malaka, mengaku mencairkan anggaran komunikasi Wakil Wali Kota Kendari sebesar Rp 58,7 juta menggunakan nota fiktif, atas perintah langsung Siska Karina Imran, yang saat itu menjabat Wakil Wali Kota.

Pengakuan tersebut disampaikan Asnita dalam sidang di Pengadilan Tipikor Kendari, Kamis (26/7/2025), saat bersaksi untuk tiga terdakwa: mantan Sekda Kota Kendari Nahwa Umar, serta dua ASN Setda Kota Kendari, Ariyuli Ningsih Lindoeno dan Muchlis. Ketiganya didakwa merugikan negara sebesar Rp 444 juta dari lima pos kegiatan Setda.

Asnita yang kala itu merupakan staf pribadi Siska Karina Imran, mengaku diperintahkan untuk mencukupi kebutuhan makan dan minum di ruang Wakil Wali Kota. Namun, ketika mencoba mencairkan nota belanja, ia diberitahu bahwa anggaran konsumsi sudah habis.

Ia lalu menyampaikan hal itu kepada Siska. Menurut pengakuannya, Siska kemudian memerintahkan untuk “mencubit” anggaran dari bagian lain.

“Cubit-cubit saja di anggaranku. Carikan saja yang bisa diambil,” ucap Asnita menirukan pernyataan Siska Karina Imran di hadapan majelis hakim yang diketuai Arya Putra Negara Kutawaringin.

Anggaran yang “dicubit” itu berasal dari pos komunikasi. Asnita kemudian membuat nota pembelian pulsa fiktif senilai Rp 51,1 juta dengan bantuan Cahya Dwi Ananto, mantan staf travel yang juga pernah bekerja untuk Siska. Nota tersebut dibuat seolah-olah berasal dari toko seluler “Cahaya Cell”, yang ternyata tidak pernah ada.

Tak berhenti di situ, Asnita juga mengakui membuat nota palsu dari toko fiktif lain, “Brata Cell”, senilai Rp 7,6 juta. Kedua nota fiktif itu dicairkan tanpa verifikasi dari bendahara pengeluaran, PPTK, maupun Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Anggaran dicairkan berdasarkan dokumen palsu yang tidak diverifikasi. Bahkan, Kabag Keuangan yang juga PPK tahun 2020, Sari Andriani, mengaku khilaf karena meloloskan pencairan tersebut.

Asnita menyebut, untuk nota dari Cahaya Cell, dana ditransfer ke rekening Cahya Dwi Ananto, lalu dikembalikan kepadanya. Sementara, dana dari Brata Cell ditransfer ke rekening Rahmat Ramadhan, asisten pribadi Siska Karina Imran.

Menanggapi kesaksian Asnita, Wali Kota Kendari Siska Karina Imran membantah keras.

“Saya tidak pernah memerintahkan siapa pun untuk mengambil apa pun itu,” ujar Siska , Jumat (27/6/2025) kemarin.

Namun, kuasa hukum Muchlis, Kamal, meminta agar Siska dihadirkan di persidangan untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut.

“Kita ingin luruskan ini di pengadilan, apakah betul perintah itu berasal dari beliau,” ujarnya saat dikonfirmasi Indosultra.com, Senin (7/7/2025).

Kasi Intel Kejari Kendari, Aguslan, menyatakan jaksa tetap fokus membuktikan dakwaan. Meski demikian, pihak terdakwa berhak mengajukan saksi meringankan, termasuk menghadirkan Wali Kota Kendari.

“Kalau menurut mereka penting, silakan ajukan. Itu hak,” kata Aguslan.

Kasus korupsi ini menyeret tiga orang ke meja hijau: Nahwa Umar (eks Sekda Kota Kendari), Ariyuli Ningsih Lindoeno (mantan Bendahara Pengeluaran, kini ASN Diskominfo), Muchlis (pembantu bendahara Bagian Umum Setda).

Dakwaan jaksa menyebut, ketiganya membuat laporan pertanggungjawaban fiktif atas lima pos anggaran, jasa komunikasi, air dan listrik, makan dan minum, percetakan/penggandaan, serta pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas.

“Beberapa kegiatan tidak pernah dilaksanakan, namun dilaporkan secara fiktif,” kata eks Kasi Pidsus Kejari Kendari, Enjang Slamet.

Jaksa menilai, Nahwa Umar sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), turut memerintahkan dan menikmati hasil korupsi tersebut.

Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 (sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

Laporan: Krismawan









koran indosultra pkk konawe utara konut




IKLAN KORAN






Koran Indosultra
error: Hak cipta dilindungi undang-undang !!