Indosultra.com, Kendari – Pengadilan Negeri (PN) Unaaha akhirnya mengabulkan sebagian gugatan warga Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) yang difasilitasi oleh WALHI Sulawesi Tenggara dan LBH Kendari, atas dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PLTU Captive milik Obsidian Stainless Steel.
Putusan bernomor 28/Pdt.Sus-LH/2024/PN Unh tertanggal 31 Juli 2025 itu menyatakan bahwa Tergugat I (pengelola PLTU) telah terbukti melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan menyebabkan pencemaran lingkungan hidup.
Dalam amar putusan, majelis hakim memerintahkan PLTU untuk segera melakukan langkah-langkah pemulihan lingkungan, termasuk:
1. Menghilangkan bau busuk akibat aktivitas pembakaran batu bara;
2. Memperbaiki instalasi pengolahan limbah cair dan emisi agar sesuai baku mutu lingkungan;
3. Memusnahkan sumber pencemaran dari limbah cair dan emisi.
Tak hanya itu, Turut Tergugat I dan II yang berasal dari instansi pemerintah juga diperintahkan untuk melakukan pengawasan terbuka, sekaligus memberikan informasi kepada publik tentang kondisi pencemaran yang sebenarnya.
Putusan ini dianggap sebagai kemenangan rakyat atas ketidakadilan ekologis yang selama ini terjadi di kawasan industri Morosi, di mana warga Desa Tani Indah dan sekitarnya harus hidup dalam bayang-bayang polusi udara dan pencemaran air akibat operasi PLTU Captive berbahan bakar batu bara.
Direktur WALHI Sultra, Andi Rahman, menyambut putusan ini sebagai bentuk pengakuan resmi negara atas derita rakyat kecil yang selama ini diabaikan.
“Ini adalah kemenangan rakyat atas ketidakadilan ekologis. Selama bertahun-tahun, masyarakat Morosi dipaksa hidup dengan pencemaran yang merusak kesehatan dan lingkungan. Kini pengadilan menyatakan: itu pelanggaran,” ujarnya, Jumat (1/8/2025).
Andi menegaskan bahwa putusan ini harus menjadi preseden hukum dalam penanganan kasus-kasus pencemaran lingkungan, terutama di wilayah industri strategis yang selama ini cenderung kebal hukum.
“Kami mendesak agar putusan ini tidak berhenti di atas kertas. Pemerintah wajib memastikan pelaksanaan seluruh amar putusan secara nyata dan tuntas. Negara harus hadir secara konkret,” tegasnya.
Ia juga menyerukan solidaritas gerakan masyarakat sipil untuk terus mengawal proses pemulihan dan mendorong keadilan ekologis di berbagai wilayah Indonesia.
“Ini bukan akhir, tapi awal dari kerja-kerja pengawasan yang lebih kuat. Impunitas terhadap kejahatan lingkungan harus dihentikan,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur LBH Kendari, Sadam Husain, menyatakan bahwa kemenangan ini merupakan buah dari perjuangan panjang masyarakat Morosi dalam membela hak-hak konstitusional mereka atas lingkungan yang bersih dan sehat.
“Putusan ini adalah langkah awal. LBH Kendari dan koalisi akan terus mendampingi masyarakat agar pelaksanaan putusan berjalan efektif,” ucapnya.
Dalam putusan itu, majelis hakim juga menghukum pihak pengelola PLTU untuk membayar biaya perkara sebesar Rp4.361.000.
Laporan: Krismawan



























