Indosultra.com, Kendari – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif pada Semester I tahun 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Sultra mencapai 5,89 persen secara tahunan (y-o-y), meningkat dari periode yang sama tahun 2024.
Pertumbuhan ekonomi ini didorong hampir seluruh sektor usaha, dengan kontribusi terbesar dari pertanian (24,57%), pertambangan (20,78%), perdagangan (12,66%), konstruksi (10,61%), dan industri pengolahan (10,19%). Industri pengolahan bahkan tumbuh paling tinggi mencapai 18,07 persen, didorong aktivitas industri makanan-minuman serta program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sektor pertambangan juga naik 8,99 persen, seiring dibukanya izin usaha baru oleh Kementerian ESDM, sementara sektor akomodasi dan makanan-minuman melonjak 11,38 persen akibat meningkatnya aktivitas pariwisata dan kuliner.
Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembiayaan Ultra Mikro (UMi) tercatat menjadi motor penggerak ekonomi daerah.
KUR: Hingga Semester I 2025, penyaluran KUR di Sultra mencapai Rp1,94 triliun untuk 31.098 debitur, meski turun 6,83 persen dibanding tahun sebelumnya. Kabupaten Kolaka Timur menjadi daerah dengan penyaluran terbesar (Rp307,07 miliar), sementara Kota Kendari terendah (Rp4,82 miliar). BRI mendominasi dengan porsi 66,18 persen dari total KUR.
UMi: Penyaluran UMi mencatat kinerja terbaik sepanjang 2020–2025, mencapai Rp40,55 miliar untuk 8.200 debitur atau naik 11,94 persen dari tahun lalu. Sebagian besar disalurkan oleh PNM (85,98%). Kabupaten Muna menerima penyaluran terbesar (Rp7,05 miliar), sedangkan Muna Barat terendah (Rp731 juta).
Sektor perdagangan besar dan eceran mendominasi pembiayaan, baik KUR (41,08%) maupun UMi (95,6%). Sementara sektor pertanian, meski menyumbang besar terhadap PDRB Sultra, masih minim akses UMi dengan hanya Rp394 juta untuk 56 debitur.
Nilai Tukar Petani (NTP) Sultra pada Juni 2025 tercatat 110,70, turun dari Mei (113,94). Tren penurunan ini menjadi sinyal perlambatan pertumbuhan sektor pertanian, meski kontribusinya masih vital.
Ke depan, pengembangan sektor pertanian, perburuan, dan kehutanan perlu diperkuat dengan ekosistem keuangan inklusif, pembiayaan berbasis rantai pasok, serta dukungan usaha pascapanen seperti pengolahan kakao, produk perikanan, hingga mebel kayu lestari.
Dengan strategi ini, UMKM sektor pertanian diharapkan lebih layak mendapatkan pembiayaan, mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sultra.
Laporan: Krismawan

































