Indosultra.com, Kendari – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar peluncuran buku berjudul “Demokrasi yang Terjual: Klientalisme, Kuasa, dan Politik Patronase dalam Demokrasi Elektoral” di Plaza Inn Hotel Kendari, Rabu (15/10/2025).
Acara ini menjadi ruang refleksi politik yang menarik, di mana Partai Demokrat menyoroti degradasi nilai-nilai demokrasi akibat praktik transaksional dan patronase yang masih mengakar kuat di sistem politik Indonesia.
Ketua DPD Partai Demokrat Sultra, Muh. Endang SA, menegaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari Proklamasi Demokrasi Forum yang digagas oleh DPP Partai Demokrat pada 19 Mei 2025 lalu.
“Peluncuran buku ini bukan sekadar kegiatan seremonial, tapi bagian dari upaya memperkuat kembali fungsi partai politik sebagai penyalur aspirasi rakyat dan penjaga moral demokrasi,” ujar Endang.
Ia menekankan bahwa Partai Demokrat ingin menunjukkan peran sejatinya sebagai partai yang tidak hanya berkutat pada kontestasi elektoral, tetapi juga ikut mendorong pendidikan politik yang mencerahkan publik.
Dalam forum yang sama, pengamat politik Sultra Najib Husein menyoroti pergeseran gaya politik kandidat dari pola tradisional menuju model *patron-klien*. Namun, menurutnya, relasi ini kini mulai diarahkan pada pendekatan yang lebih substantif.
“Model patron-klien tidak lagi sekadar berbasis hubungan pribadi, tetapi melalui penawaran program kerja dan kebijakan konkret yang dapat dinilai langsung oleh masyarakat,” jelas Najib.
Sementara itu, Titin Anggraeni, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), mengingatkan bahaya menguatnya praktik politik uang (money politic) dalam demokrasi Indonesia.
“Uang kini semakin menjadi faktor dominan dalam menentukan keterpilihan calon. Ini berbahaya karena membuat politik menjadi sangat pragmatis,” tegas Titin.
Ia menambahkan, praktik ini tidak hanya mencederai idealisme demokrasi, tetapi juga mengubah perilaku politik masyarakat yang kini cenderung transaksional dan hanya aktif lima tahunan saat pemilu berlangsung.
“Untuk memutus mata rantai ini, pembenahan harus dimulai dari regulasi yang lebih tegas serta penegakan hukum yang konsisten,” tuturnya.
Peluncuran buku “Demokrasi yang Terjual” ini diharapkan menjadi bahan refleksi bagi seluruh elemen bangsa untuk mengembalikan demokrasi ke esensinya: dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat bukan untuk kepentingan segelintir elit politik.
Laporan: Krismawan


































