Indosultra.com, Kendari – Sejumlah pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Provinsi Sultra yang baru dilantik Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Andi Sumangerukka menuai sorotan publik.
Pelantikan ini dianggap kontroversial karena melibatkan ASN eks terdakwa kasus korupsi serta pengisian jabatan kosong tanpa proses seleksi terbuka.
Salah satu nama yang menjadi perhatian ialah inisial AM, ST, ASN yang pernah berstatus terdakwa kasus korupsi proyek pembangunan TPA Sampah Buton Utara tahun anggaran 2016 di Satuan Kerja Pengembangan Sistem Penyehatan Lingkungan Permukiman (PSPLP) Sultra.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Kendari Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2021/PN Kdi, Ashwad Mukmin divonis 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta setelah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp6,62 miliar.
Meski pernah terjerat kasus hukum, nama Ashwad Mukmin kini kembali muncul dalam daftar pejabat aktif di lingkungan Pemprov Sultra. Dalam dokumen kepegawaian internal yang beredar, ia tercatat sebagai Penata Tk. I, Golongan III/d di Dinas Sumber Daya Air dan Bina Konstruksi Sultra, dengan NIP 198407182010011020.
Pelantikan yang digelar belum lama ini disebut dihadiri oleh Kepala BKD Sultra Prof. Haeruni bersama sejumlah pejabat lingkaran pemerintahan provinsi.
Kepala BKD Sultra Prof. Haeruni saat dikonfirmasi terkait hal tersebut belum memberikan keterangan.
Selain itu, pelantikan ini juga menimbulkan tanda tanya lantaran beberapa jabatan strategis di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sultra mendadak diisi pejabat baru.
Tiga posisi yang dimaksud antara lain:
1. Yogi Bustanudin, dilantik sebagai Kabid Promosi PTSP.
2. Sevtimas, menempati jabatan Kabid Perizinan PTSP.
3. Nurhayati, diangkat sebagai Kabid Pengaduan PTSP.
Tiga jabatan tersebut sebelumnya kosong selama lebih dari satu tahun setelah dihapus dari struktur organisasi berdasarkan penyesuaian SOTK Kemendagri dan Kementerian BKPM. Kini, jabatan itu dihidupkan kembali dan langsung diisi tanpa melalui mekanisme seleksi terbuka.
Langkah ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip merit sistem ASN dan menimbulkan dugaan adanya politisasi birokrasi di tubuh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Laporan: Krismawan



































