Indosultra.com, Kendari – Dengan wajah penuh kecemasan dan suara bergetar, Yurianti (33), warga Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali mendatangi Polresta Kendari untuk meminta kepastian hukum atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang ia alami, pada Rabu (10/12/2025).
Kedatangannya bukan tanpa alasan suami yang menjadi terlapor justru bebas berkeliaran usai mendapat penangguhan penahanan.
Yurianti mengaku ketakutan setiap saat. Ia merasa terancam karena pelaku beberapa kali datang ke rumahnya pada dini hari, bahkan sekitar pukul 02.00 WITA, hanya untuk memaksa bertemu.
“Saya ingin memastikan kasus saya diproses. Saya takut, karena dia masih di luar. Ternyata kasus saya ini memang masih berlanjut dan katanya akan dipercepat bulan ini, tanggal 15 September 2025,” ungkapnya.
Yurianti melaporkan kasus KDRT tersebut pada 27 November 2025. Namun penangguhan penahanan terhadap suaminya membuat rasa aman yang ia cari justru semakin jauh.
“Dengan penangguhan ini, saya sebagai korban merasa tertekan. Dia suka datang tiba-tiba ke rumah tengah malam. Saya trauma dan tidak mau bertemu,” tambahnya.
Berita sebelumnya, Yurianti mengungkap salah satu kejadian paling mengerikan yang ia alami pada Januari lalu. Kekerasan itu dipicu masalah sepele: tamu yang datang tidak disuguhkan air panas karena ia ketiduran.
Suaminya mengamuk besar. Puncaknya terjadi dini hari sekitar pukul 02.00 WITA, ketika ia menjadi sasaran pukulan, tendangan, dan hinaan bertubi-tubi.
“Sudah sering saya diperlakukan begitu. Saya trauma sekali,” ujarnya lirih.
Tak tahan dengan siklus kekerasan yang terus berulang, ia akhirnya memberanikan diri melapor ke polisi. Namun ketenangan yang ia harapkan usai laporan itu tak kunjung datang.
“Saya tidak tahu dia ditangguhkan. Tiba-tiba saja sudah keluar,” ucapnya panik.
Yurianti juga mengungkap bahwa suaminya dikenal pendendam dan kerap melibatkan keluarganya dalam setiap konflik.
“Kalau kami bertengkar, dia selalu dendam. Bukan hanya ke saya, tapi juga ke keluarga saya,” tuturnya.
Benar saja, setelah penangguhan penahanan, justru keluarganya yang menjadi sasaran teror.
Kini, Yurianti dan keluarganya berharap kepolisian bisa bertindak cepat, mempercepat proses hukum, dan memberikan perlindungan penuh agar mereka dapat kembali merasa aman.
Mereka menunggu langkah tegas agar ancaman kekerasan yang sewaktu-waktu bisa terjadi tidak lagi menghantui hidup mereka.
Laporan: Krismawan
































