Indosultra.Com, Kendari – Garda Muda Anoa Sulawesi Tenggara (GMA Sultra) menyoroti dengan tegas robohnya dermaga tambatan perahu di Desa Bangko, Kecamatan Maginti, Kabupaten Muna Barat, yang dibangun dengan anggaran senilai Rp 3,3 miliar dari APBD Sultra Tahun 2024.
Insiden yang terjadi pada 26 Juli 2025 tersebut menjadi bukti nyata bahwa proyek ini mengalami kegagalan konstruksi. Sebab bangunan baru tersebut ambruk hanya berselang beberapa bulan sejak rampung dikerjakan.
Padahal proyek ini seharusnya dirancang untuk menunjang aktivitas masyarakat nelayan dan menjadi infrastruktur jangka panjang di wilayah pesisir.
Meski pihak pemerintah menyebut kerusakan hanya senilai Rp 97,5 juta, GMA Sultra menilai nilai itu tidak relevan dalam konteks kualitas dan keamanan konstruksi.
Menurut mereka, fakta bahwa struktur tersebut roboh menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam perencanaan teknis, pengawasan lapangan, hingga proses pelaksanaan proyek.
Di balik itu semua, GMA Sultra menemukan indikasi kuat adanya praktik monopoli proyek yang melibatkan keluarga pejabat, khususnya Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Muhammad Ikbal Laribae, Direktur Eksekutif GMA Sultra, menyatakan bahwa proyek-proyek bernilai besar di lingkup dinas tersebut diduga kuat diarahkan kepada perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan keluarga pejabat bersangkutan.
Hal ini tidak hanya melanggar etika penyelenggaraan negara, tapi juga menyalahi prinsip-prinsip transparansi, kompetisi sehat, dan profesionalisme dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
GMA Sultra pun mendesak Gubernur Sultra untuk segera mengevaluasi jabatan Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Sultra.
Bila perlu, jabatan tersebut dihentikan sementara sampai seluruh proses klarifikasi dan penelusuran hukum selesai.
Menurut Ikbal, dibiarkannya proyek dengan kualitas buruk seperti ini justru menunjukkan lemahnya pengawasan dan potensi adanya kongkalikong antara pemilik proyek dan pelaksana.
Selain itu, GMA Sultra menyatakan akan segera menyurat secara resmi ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) untuk meminta agar dilakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan pejabat tersebut, karena diduga terdapat pertambahan harta yang tidak sebanding dengan gaji dan penghasilan resmi sebagai ASN.
Surat tersebut akan disertai kronologi peristiwa, dokumen pendukung, serta catatan awal dari tim investigasi GMA Sultra.
Tak hanya sampai di Kejati, GMA Sultra juga berencana menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI) agar turun langsung mengusut dugaan praktek pengondisian proyek, monopoli tender, dan potensi korupsi berjamaah yang selama ini luput dari pantauan publik. Menurut mereka, kasus dermaga roboh ini hanyalah satu dari sekian contoh kegagalan proyek akibat praktik tidak sehat yang terus dibiarkan.
“Kami tidak ingin uang rakyat digunakan seenaknya oleh pejabat yang bermain proyek lewat keluarganya sendiri. Ini bukan hanya soal satu dermaga yang roboh. Ini tentang pola korupsi dan kegagalan konstruksi yang semakin terang-terangan. Jika dibiarkan, maka pembangunan di Sultra hanya akan jadi panggung proyek fiktif tanpa manfaat nyata bagi rakyat,” tegas Muh. Ikbal Laribae.
GMA Sultra pun mengajak seluruh masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi, dan media untuk ikut mengawasi dan mendorong keterbukaan informasi serta akuntabilitas pemerintah. Menurut mereka, reformasi birokrasi di sektor infrastruktur tidak akan pernah terwujud selama pejabat publik masih bermain proyek lewat jaringannya sendiri.***
Laporan: Redaksi



























