Ledakan Industri Nikel di Sultra Picu Krisis Sosial-Ekologis, WALHI Desak Reformasi Tata Kelola Tambang

Indosultra.com,Kendari — Dalam dua dekade terakhir, Sulawesi Tenggara (Sultra) menjelma menjadi pusat industri nikel nasional, seiring ambisi besar Indonesia menapaki peran strategis dalam rantai pasok global energi bersih dan kendaraan listrik.

Namun di balik narasi transisi energi dan hilirisasi industri, wilayah ini justru menghadapi krisis sosial-ekologis yang kian parah.

Proyek-proyek smelter dan tambang berskala besar yang masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) telah mengubah wajah daratan dan pesisir Sulawesi secara masif. Proses perizinan yang terkesan terburu-buru dan minim partisipasi publik memicu kekhawatiran atas kelestarian lingkungan dan keberlanjutan ruang hidup masyarakat.

Direktur Eksekutif WALHI Sultra Andi Rahman menyebut, salah satu episentrum krisis ini adalah Kawasan Industri Morosi di Kabupaten Konawe, tempat beroperasinya dua korporasi raksasa, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), yang merupakan anak perusahaan dari Tsingshan Group asal Tiongkok.

“Operasional dua perusahaan ini menjadi potret buram tata kelola industri yang mengabaikan keadilan sosial dan ekologis. Pembangunan PLTU captive berbahan bakar batu bara sebagai penyuplai energi untuk smelter, telah menyebabkan polusi udara dan peningkatan emisi karbon secara signifikan,” ujarnya, Sabtu (28/6/2025).

Selain itu, perluasan tambang yang masif merusak Daerah Aliran Sungai (DAS), mencemari sungai, dan mengganggu mata pencaharian warga seperti nelayan dan petani.

Konflik agraria pun merebak akibat ekspansi kawasan industri yang mengabaikan hak tenurial masyarakat lokal. Warga yang berani menyuarakan penolakan kerap menghadapi intimidasi dan tindakan represif. Ironisnya, kontribusi industri terhadap ekonomi lokal dinilai tidak sebanding dengan dampak kerusakan lingkungan dan beban sosial yang harus ditanggung masyarakat.

Menanggapi situasi ini, Pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sultra bersama mitranya merilis hasil riset yang mengidentifikasi enam langkah strategis untuk pembenahan sektor nikel, penghentian PLTU captive, moratorium dan penertiban izin industri, perlindungan wilayah kelola rakyat, reformasi penegakan hukum, demokratisasi tata kelola tambang, serta pemulihan dan rehabilitasi wilayah terdampak.

Diseminasi hasil riset tersebut dilakukan melalui Seminar bertema “Menata Ulang Tata Kelola Industri Nikel: Jalan Pemulihan Krisis Sosial-Ekologis di Sulawesi”, yang digelar sebagai ruang diskusi kritis antara akademisi, pemerintah daerah, masyarakat sipil, dan komunitas kampus.

Seminar ini bertujuan menyebarluaskan hasil riset, mendorong keterlibatan aktif pemangku kepentingan dalam merumuskan solusi berbasis keadilan sosial dan ekologis, serta memfasilitasi dialog untuk merumuskan langkah-langkah advokasi dan kebijakan yang berpihak pada perlindungan lingkungan dan hak rakyat.

Direktur Eksekutif WALHI Sultra menegaskan bahwa krisis yang dihadapi tidak bisa lagi diselesaikan dengan pendekatan sektoral atau solusi tambal sulam.

“Diperlukan reformasi menyeluruh dengan meletakkan keadilan ekologis, hak asasi manusia, dan partisipasi masyarakat sebagai pondasi utama. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi soal masa depan kehidupan di Sulawesi,” tegasnya.

Seminar ini menjadi momentum penting untuk membangun kesadaran kolektif dan memperkuat sinergi lintas sektor demi mendorong transisi energi yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat.

Harapannya, kegiatan ini dapat menjadi pijakan awal menuju arah kebijakan yang lebih manusiawi dan berdaulat atas ruang hidup masyarakat lokal.

Laporan: Krismawan




koran indosultra pkk konawe utara konut




IKLAN KORAN






Koran Indosultra
error: Hak cipta dilindungi undang-undang !!