Indosultra.com, Kendari – Kasus dugaan penganiayaan terhadap dua anak nelayan oleh anak buah kapal (ABK) tugboat di perairan PT Ifishdeco, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), sempat memicu kemarahan warga Torokeku. Peristiwa ini bahkan viral di media sosial setelah rekaman penganiayaan beredar.
Kepala Desa Torokeku, Enteng, menjelaskan insiden bermula ketika dua anak di bawah umur itu berniat menjual ikan hasil tangkapannya ke salah satu tugboat yang tengah antre memuat bijih nikel. Namun, keduanya mengambil segel jangkar berbobot 5 kilogram yang dikira besi tua untuk dijadikan pemberat.
“Segel jangkar itu langsung dikembalikan ketika diminta. Sayangnya, niat baik anak-anak ini malah dibalas dengan pemukulan oleh para ABK,” ungkap Enteng, Senin (29/9/2025).
Tak berhenti di situ, perahu milik kedua anak tersebut juga ditemukan tenggelam usai kejadian. Enteng menduga kuat perahu itu sengaja ditenggelamkan.
“Kalau tidak ditenggelamkan, mestinya perahu itu masih bisa hanyut terbawa arus. Logikanya begitu,” tegasnya.
Aksi main hakim sendiri ini menimbulkan protes keras dari orang tua korban dan masyarakat setempat. Mereka menuntut agar kasus penganiayaan diproses hukum, bukan hanya diselesaikan secara kekeluargaan.
Mediasi sempat dilakukan dua kali. Pada mediasi pertama, Kades Torokeku menolak menandatangani perdamaian karena video penganiayaan belum diungkapkan.
“Awalnya hanya disebut ada pencurian. Padahal jelas ada dua tindak pidana: pencurian kecil dan penganiayaan. Maka saya menolak tanda tangan,” ujarnya.
Namun, pada mediasi kedua yang digelar Minggu (28/9/2025) malam, akhirnya tercapai kesepakatan damai. Kapten tugboat bersedia mengganti rugi perahu milik korban yang tenggelam dengan nilai Rp40 juta.
Laporan: Krismawan

































