Oknum Polisi Diduga Lakukan Kekerasan Fisik Saat Menangkap Seorang Pemuda di Kendari

Indosultra.com, Kendari – Diduga mencuri beras dan telur, seorang pemuda asal Anduonohu, Kota Kendari, bernama Zabur (26), mengalami penangkapan tak wajar oleh aparat Polsek Poasia. Selain tanpa surat perintah, Zabur juga disiksa hingga mengalami luka lebam parah dan nyaris lumpuh.

Peristiwa itu terjadi pada Rabu dini hari, 23 Juli 2025 sekitar pukul 03.00 WITA. Zabur yang sedang berada di kamar kos bersama kekasihnya, tiba-tiba didatangi sejumlah pria berpakaian preman.

Tanpa memperkenalkan diri maupun menunjukkan surat penangkapan, para pria yang belakangan diketahui anggota Reskrim Polsek Poasia itu langsung masuk dan menyeret Zabur.

Menurut keterangan saksi sekaligus kerabat korban, Darsan (23), setidaknya ada empat polisi yang melakukan penganiayaan terhadap Zabur.

“Dia masih tidur, langsung diborgol, diinjak-injak, dicekik, kepala dihantam, ditendang berkali-kali,” beber Darsan.

Zabur diseret keluar kamar dan digiring ke dalam mobil tanpa sempat memberikan perlawanan. Namun meski telah pasrah, penganiayaan terus berlanjut.

Ironisnya, setelah dianiaya, korban justru dimasukkan ke dalam sel tahanan tanpa mendapatkan perawatan medis.

Sang ibu, Wa Ode Hasna, baru mengetahui anaknya ditahan dari kabar kerabat dan langsung menuju Polsek Poasia. Saat menjenguk, ia mendapati anaknya dalam kondisi memprihatinkan: tubuh penuh memar, telinga bengkak, dan kesulitan berdiri.

“Polisi tidak manusiawi. Kalau anak saya memang bersalah, tangkap saja, tapi jangan disiksa seperti binatang,” ujar Hasna dengan nada marah.

Lebih mengejutkan, surat perintah penangkapan baru diserahkan kepada ibu Zabur 12 jam setelah kejadian, dan bahkan tidak disertai surat penahanan. Hasna pun menolak menandatangani berita acara tersebut.

Kanit Reskrim Polsek Poasia, IPTU Dahlan, mengakui bahwa Zabur ditangkap atas dugaan pencurian di Pasar Anduonohu bersama seorang rekannya bernama Rizky. Namun, ia membenarkan bahwa Zabur belum ditetapkan sebagai tersangka saat ditangkap.

“Baru hari ini statusnya tersangka. Surat penangkapan sudah kami serahkan ke ibunya tadi sore,” kata IPTU Dahlan.

Ia juga mengaku tidak mengetahui soal dugaan penyiksaan karena penangkapan dilakukan oleh tim opsnal.

Namun, dalam surat perintah penangkapan bernomor SP.Kap/67/VII/HUK.12.1/2025/Reskrim yang diserahkan kepada keluarga, justru tertulis nama IPTU Dahlan bersama empat anggota Unit Reskrim Polsek Poasia.

Ketua LBH HAMI Sultra, Andri Darmawan, mengecam keras tindakan aparat Polsek Poasia. Ia menilai penangkapan tanpa surat perintah adalah pelanggaran kode etik dan hukum acara pidana.

“Penangkapan harus diawali penetapan tersangka dan harus disertai surat penangkapan yang sah. Kalau tidak, ini cacat prosedur dan bisa digugat lewat praperadilan,” tegas Andri kepada indosultra.com, Jumat (25/7/2025).

Andri juga menyoroti dugaan penyiksaan yang dilakukan aparat. Menurutnya, hal itu bukan hanya pelanggaran etika, tapi juga merupakan tindak pidana.

“Setiap orang dalam proses hukum dilindungi asas praduga tak bersalah. Belum dinyatakan bersalah saja tak boleh dianiaya, apalagi belum ditetapkan sebagai tersangka. Itu jelas melanggar hukum pidana,” tandasnya.

Laporan: Krismawan















koran indosultra pkk konawe utara konut




IKLAN KORAN






Koran Indosultra
error: Hak cipta dilindungi undang-undang !!