Indosultra.com, Kendari – Ketegangan menyelimuti lahan di kawasan strategis Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kelurahan Anaiwoi, Kota Kendari. Lahan yang terletak tepat di samping kediaman mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) dua periode, Nur Alam, kini menjadi objek sengketa setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra secara resmi memancangkan plang kepemilikan di lokasi tersebut, Kamis (19/12/2025).
Langkah Pemprov Sultra ini memicu reaksi keras karena dianggap mengabaikan proses hukum perdata yang masih melekat pada lahan tersebut.
Berdasarkan papan plang yang terpasang, Pemprov Sultra mengklaim lahan seluas 487 meter persegi tersebut sebagai aset daerah dengan dasar Sertifikat HP 563.
Namun, pihak Nur Alam menilai langkah tersebut prematur dan sepihak. Berikut adalah beberapa poin krusial yang menjadi keberatan pihak mantan Gubernur. Lahan tersebut sejatinya telah melalui proses Digital Elevation Model (DEM) sejak tahun 2012 saat Nur Alam masih menjabat. Namun, proses administratif tersebut kabarnya belum dituntaskan oleh pemerintah.
Pihak Nur Alam menegaskan bahwa bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut dibangun menggunakan dana pribadi, bukan anggaran daerah (APBD). Hal ini menciptakan adanya hak perdata yang seharusnya dilindungi.
Sebelum pemasangan plang, Pemprov dikabarkan telah mengirim surat pengosongan sekitar dua bulan lalu tanpa memberikan ruang klarifikasi atau negosiasi terkait penyelesaian proses DEM yang tertunda.
Menanggapi polemik yang kian meruncing, tokoh masyarakat Sultra, Bisman Saranani, angkat bicara. Ia menyayangkan langkah represif tanpa dialog dan meminta semua pihak mengedepankan musyawarah.
”Saya tidak mau setiap pemimpin di Sulawesi Tenggara berakhir dengan tragis. Ingat ini, semua gubernur kita harus berakhir dengan baik. Pak Alala, Pak Kaimoeddin, Pak Nur Alam, Pak Ali Mazi, harus kita backup mereka ini,” tegas Bisman kepada awak media.
Bisman menekankan bahwa pemberian ruang klarifikasi kepada Nur Alam adalah langkah elegan untuk menyelesaikan persoalan administratif yang belum rampung. Ia juga mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh isu-isu yang bisa memperkeruh suasana.
Hingga berita ini diturunkan, publik menunggu apakah Pemprov Sultra akan membuka pintu dialog atau tetap pada pendiriannya menguasai fisik lahan. Persoalan ini menjadi ujian bagi tata kelola aset daerah agar tetap menghargai hak-hak perdata individu, terutama bagi para tokoh yang pernah berjasa memimpin Bumi Anoa.
Laporan: Krismawan





































