Merasa Dikriminalisasi, Eks Kepsek SMKN 2 Kendari Yang Dipenjara Kasus Korupsi Surati Presiden dan DPR

Indosultra.com,Kendari – Mantan Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Kendari, Moch Fadjar Sene (59), yang kini mendekam di rumah tahanan karena kasus dugaan korupsi, menulis surat permohonan ke Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah lembaga tinggi negara.

Ia memohon pertolongan karena merasa dikriminalisasi dalam kasus proyek pembangunan gedung sekolah.

Surat itu ditujukan kepada Presiden RI, DPR RI, Komnas HAM, LPSK, Komisi Yudisial, Indonesia Police Watch (IPW), Komisi III DPR RI, Kapolri, hingga DPRD Kota Kendari.

Menurut sang istri, Kasri, surat ditulis Fadjar dari dalam tahanan dalam kondisi kesehatan yang tidak baik.

“Bapak menulis surat itu saat sakit. Kami yakin beliau difitnah dan berharap surat ini membuka jalan keadilan,” ujarnya, Senin (9
(12/5/2025).

Kasus ini bermula dari program Kementerian Pendidikan pada tahun 2021 yang memberikan dana sebesar Rp2,5 miliar untuk renovasi gedung jurusan mesin di SMK Negeri 2 Kendari, yang saat itu dipimpin oleh Moch Fadjar Sene.

Untuk mendapatkan bantuan tersebut, pihak sekolah harus mengirimkan proposal lengkap termasuk SK tim pelaksana yang ditandatangani oleh kepala sekolah.

Pada Agustus 2021, Fadjar mengadakan rapat dengan tim pelaksana proyek untuk membahas kesiapan pengerjaan bangunan. Kemudian pada 6 September 2021, bendahara tim pelaksana mengajukan pencairan dana sebesar Rp400 juta.

Namun sehari kemudian, pada 7 September 2021, Fadjar dicopot dari jabatannya sebagai kepala sekolah oleh Dinas Pendidikan Sultra. Proyek pembangunan tetap berjalan meski kepemimpinan telah berganti.

Dua tahun kemudian, tepatnya Januari 2023, Fadjar dilaporkan ke kepolisian dengan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut. Ia dianggap bertanggung jawab karena disebut telah “memerintahkan pengerjaan proyek”.

Namun dalam proses persidangan, menurut pengacara Fadjar, Dahlan Moga, sejumlah saksi seperti Dimi, Usman, Jumadil, dan Baharuddin membantah bahwa Fadjar pernah memberikan perintah secara langsung untuk memulai pengerjaan.

“Kata ‘memerintahkan’ itu tidak pernah disampaikan secara langsung. Ini hanya asumsi. Bahkan saksi membantah mendengar hal itu dalam rapat,” ujar Dahlan.

Meski demikian, Fadjar tetap dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi jo Pasal 55 KUHP tentang perbuatan bersama. Anehnya, kata Dahlan, hanya Fadjar yang dijadikan tersangka.

“Pasal 55 seharusnya melibatkan lebih dari satu pelaku, tapi di sini hanya klien kami yang dihukum. Ini janggal,” tambahnya.

Dalam putusan pengadilan, Fadjar divonis 6 tahun penjara. Tim kuasa hukum juga menilai amar putusan hakim menyalin sebagian besar isi tuntutan jaksa, termasuk keterangan saksi yang dinilai sudah dibantah di persidangan.

Kini, keluarga berharap surat yang ditujukan ke berbagai lembaga negara dapat membuka kembali kasus ini dan memberi keadilan kepada Moch Fadjar Sene.

Laporan: Krismawan

Koran Indosultra
error: Hak cipta dilindungi undang-undang !!