Sidang Kasus Korupsi Setda Kendari: Kasubag Rumah Tangga Akui SPJ Fiktif Dibuat Sendiri, Bukan Perintah Nahwa Umar

Indosultra.com, Kendari – Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi anggaran Sekretariat Daerah (Setda) Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Saksi kunci, Hardiana, yang merupakan Kasubag Rumah Tangga Setda, secara tegas mengakui di hadapan majelis hakim bahwa seluruh Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif dalam perkara tersebut dibuat atas inisiatif pribadinya bukan atas perintah mantan Sekda, Nahwa Umar.

“Tidak ada perintah dari Sekda. Semua saya buat sendiri,” ujar Hardiana saat bersaksi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kendari.

Pengakuan ini diperkuat ketika Hardiana ditunjukkan bukti berupa nota belanja makan dan minum atas nama Nahwa Umar. Ia kembali menegaskan bahwa seluruh nota tersebut fiktif dan dibuat tanpa sepengetahuan atasannya.

Pengakuan saksi ini menjadi pukulan balik terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjerat Nahwa Umar bersama dua terdakwa lainnya Ariyuli Ningsih Lindoeno (mantan bendahara) dan Muchlis (staf) dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp444 juta dari lima pos anggaran tahun 2020.

Kuasa hukum Nahwa Umar, Muswanto Utama, menyatakan bahwa sejauh ini sudah 24 saksi dihadirkan, namun tidak satu pun menyebut keterlibatan Nahwa Umar secara langsung.

“Semua kesaksian justru menunjukkan bahwa Nahwa Umar tidak terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini sudah cukup membuktikan bahwa klien kami dikorbankan,” tegas Muswanto.

Tak hanya soal SPJ fiktif, kejanggalan lain juga terungkap dalam dokumen Surat Keputusan (SK) Wali Kota Kendari Nomor 679 tahun 2020, yang digunakan untuk menunjuk Agus Salim sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Dalam dokumen tersebut, SK tertanggal Oktober 2020, namun anehnya, tanda tangan Agus Salim sebagai KPA sudah muncul di kuitansi pengeluaran pada bulan Juli dan Agustus.

“Ini janggal dan mengindikasikan pemalsuan dokumen. SK belum terbit, tapi sudah dipakai untuk menandatangani dokumen keuangan,” ungkap Muswanto.

Bahkan, SK yang dibawa JPU ke persidangan hanya berupa salinan legalisir, bukan dokumen asli. Saat hakim meminta SK asli, jaksa tidak mampu menunjukkannya, memperkuat dugaan adanya manipulasi dalam alat bukti.

Laporan: Krismawan









koran indosultra pkk konawe utara konut




IKLAN KORAN






Koran Indosultra
error: Hak cipta dilindungi undang-undang !!