Indosultra.com, Kendari – Kasus dugaan penipuan yang menyeret nama Yusuf Contessa Kuasa memasuki babak baru dan semakin menimbulkan kontroversi hukum.
Yusuf, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sulawesi Tenggara, kini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) setelah melarikan diri. Hingga saat ini aparat kepolisian belum berhasil menangkapnya.
Di sisi lain, korban berinisial FY tidak tinggal diam. Ia menempuh jalur perdata dengan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri atas dasar wanprestasi (ingkar janji). Gugatan tersebut bernilai fantastis: Rp15.954.000.000.
Dalam berkas gugatannya, FY menjelaskan dirinya mengalami kerugian besar setelah mengeluarkan dana untuk pengadaan alat kerja demi memenuhi syarat proyek yang dijanjikan tergugat. Namun, proyek tersebut tak pernah terealisasi.
Sidang gugatan kini memasuki tahap mediasi. Namun publik dikejutkan dengan fakta mengejutkan: meskipun berstatus buron, Yusuf masih bisa menerbitkan surat kuasa khusus kepada penasihat hukumnya. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya komunikasi aktif antara tersangka dengan kuasa hukumnya.
Dari sisi hukum, kondisi ini menimbulkan dilema. Hak setiap orang untuk didampingi kuasa hukum memang dijamin undang-undang. Namun, jika kuasa hukum masih berhubungan dengan tersangka buron tanpa melaporkan keberadaannya ke aparat, hal itu berpotensi dikategorikan sebagai obstruction of justice atau perbuatan menghalangi penyidikan.
Pengamat hukum Muh. Syawal, S.H., M.H. menilai, aparat penegak hukum perlu menelusuri lebih jauh penerbitan surat kuasa tersebut.
“Jika kuasa hukum masih menjalin komunikasi dengan tersangka, logikanya ia mengetahui keberadaan kliennya. Dalam konteks hukum, seharusnya informasi itu disampaikan ke penyidik. Jika tidak, maka ada potensi masuk kategori perbuatan menghalangi penyidikan,” tegas Syawal.
Kasus Yusuf Contessa tidak lagi sekadar soal dugaan penipuan bernilai miliaran, tetapi juga menyangkut integritas profesi advokat, kredibilitas lembaga peradilan, dan efektivitas aparat dalam memburu buronan.
Publik kini menunggu langkah tegas Polda Sultra maupun aparat penegak hukum lain: apakah kasus ini akan dibongkar secara tuntas, atau justru terjebak dalam formalitas prosedural tanpa kepastian hukum.
Laporan: Krismawan































