Kuasa Direktur Divonis Penjara, Pemilik Manfaat Masih Bebas, Format Sultra Desak Kejagung Tetapkan Owner PT Cinta Jaya Sebagai Tersangka Mafia Nikel Mandiodo

Indosultra.Com, Jakarta– Dugaan praktik mafia tambang kembali mencuat di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Forum Pemerhati Pertambangan Sultra (Format Sultra) menuding ada aktor besar yang hingga kini belum tersentuh hukum, meski kasus korupsi nikel di wilayah tersebut sudah menyeret sejumlah pihak ke Jeruji Besi (Penjara). Dalam Aksi Demonstrasi yang digelar di Jakarta, Format Sultra menyampaikan poin-point tuntutan keras yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung RI dan Kementerian ESDM RI.

Desakan Pemanggilan dan Pemeriksaan Owner PT. Cinta Jaya (YYK)

Figur yang menjadi sorotan utama adalah YYK, owner PT. Cinta Jaya, yang diduga kuat berperan sebagai fasilitator dokumen sekaligus pemilik jetty yang menjadi pintu keluar bijih nikel ilegal di Blok Mandiodo sejak tahun 2017 hingga 2023. Selama bertahun-tahun, jetty tersebut disebut-sebut menjadi pintu keluar masuk nikel ilegal yang merugikan negara triliunan rupiah. Format Sultra menegaskan, Kejaksaan Agung RI harus segera memanggil dan memeriksa YYK, karena perannya dinilai jauh lebih besar daripada pihak-pihak yang selama ini dijadikan tumbal hukum.

Tuntutan Penetapan Tersangka Atas Kerugian Negara Mencapai Rp 5,7 Triliun

Tak berhenti di situ, Ketua Format Sultra, Hendrik Pelesa, selaku Jenderal Lapangan Aksi, menyoroti skema Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT. Antam Tbk., Perusda Sultra, dan PT. LAM yang berlangsung sejak 2021 hingga 2023. Dalam praktiknya, skema tersebut diduga dijadikan sarana untuk mengeruk bijih nikel di WIUP PT. Antam secara ilegal. Hasil tambang kemudian dipasarkan menggunakan jaringan yang melibatkan PT. Cinta Jaya. Audit internal dan investigasi aparat penegak hukum mengungkapkan, praktik ini telah menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 5,7 triliun. Kerugian tersebut bersumber dari hilangnya royalti nikel, PNBP, hingga potensi pajak yang tidak pernah masuk ke kas negara. Format Sultra menuntut Kejaksaan Agung RI segera menetapkan YYK sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi mengingat kerugian negara yang ditimbulkan tidak kecil.

Penelusuran Aliran Dana Rekening Owner PT. Cinta Jaya (YYK)

Fakta persidangan terhadap AS, Kuasa Direktur PT. Cinta Jaya, semakin memperkuat tudingan bahwa YYK adalah aktor utama. Dalam kesaksiannya, AS mengaku dirinya hanya seorang yang dipekerjakan oleh owner perusahaan. Pernyataan ini membuka dugaan bahwa sang Kuasa Direktur hanyalah “pion” yang dijadikan tameng hukum, sementara YYK tetap bebas beraktivitas. “Kuasa direktur hanyalah pion. Kalau hanya pion yang dikorbankan, sementara sang pemilik dan aktor intelektual dibiarkan bebas, maka hukum telah gagal memberikan keadilan,” ujar Hendrik Pelesa kepada awak media.

Oleh karena itu, Format Sultra mendesak Kejaksaan Agung RI untuk menelusuri aliran dana rekening milik YYK guna membuka benang merah siapa saja pihak yang turut menikmati hasil kejahatan pertambangan tersebut.

Penolakan Izin Perpanjangan IUP & RKAB PT. Cinta Jaya

Selain menuntut penegakan hukum, Format Sultra juga menyasar aspek perizinan. Mereka meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia agar menolak permohonan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari PT. Cinta Jaya. “Bagi kami, perusahaan yang terindikasi kuat terlibat dalam praktik ilegal tidak pantas lagi mendapat legitimasi izin negara,” ucap Ketua Format Sultra, Hendrik Pelesa.

Kejanggalan Penegakan Hukum

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kendari pada Tanggal 6 Mei 2024, AS Kuasa Direktur PT. Cinta Jaya dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah subsider 3 bulan kurungan, perkara korupsi pertambangan ore nikel pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo. AS dinyatakan majelis hakim melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun, menariknya, YYK yang diketahui sebagai pemilik sah sekaligus Beneficial Owner (BO) atau Pemilik Manfaat perusahaan tidak tersentuh proses hukum sama sekali.

Berdasarkan hasil investigasi Tim Format Sultra, bahwa kendali atas arus keuangan dan pengambilan keputusan strategis di PT. Cinta Jaya berada di tangan YYK. YYK yang juga menjabat posisi formal sebagai direktur utama, peran YYK sangat dominan dalam setiap transaksi penting perusahaan. Kuasa Direktur yang kini menjalani hukuman hanyalah “perpanjangan tangan” dari YYK. Semua keputusan besar harus lewat YYK.

Situasi ini kembali membuka diskusi publik soal efektivitas penegakan hukum terhadap Beneficial Owner (BO) atau Pemilik Manfaat, yang kerap berada di balik layar dan luput dari jerat hukum.

“Jika beneficial owner mendapatkan keuntungan dari kejahatan korporasi dan terbukti terlibat dalam pengambilan keputusan, maka seharusnya mereka juga dimintai pertanggungjawaban,” tegas Hendrik

“Kasus Blok Mandiodo sesungguhnya telah menjadi simbol buruknya tata kelola pertambangan di Indonesia. Ribuan hektare hutan rusak, negara merugi triliunan rupiah, dan masyarakat sekitar harus menanggung dampak lingkungan yang parah. Namun hingga kini, jerat hukum belum sepenuhnya menyentuh para pemain besar yang disebut-sebut sebagai otak mafia tambang,” ungkapnya.

Dengan desakan ini, publik kini menunggu keberanian Kejaksaan Agung RI untuk menuntaskan kasus hingga ke akar-akarnya, serta memastikan bahwa aktor utama, termasuk YYK, benar-benar diproses hukum. Jika tidak, maka kasus ini akan menjadi preseden buruk yang memperlihatkan betapa hukum di negeri ini masih bisa ditawar-tawar oleh kekuatan modal.

Mafia Tambang, Hukum, dan Tantangan Negara

Kasus PT. Cinta Jaya bukan sekedar soal pelanggaran administratif pertambangan. Ia telah menjelma menjadi potret mafia tambang yang merugikan negara, merusak lingkungan, dan menghancurkan masa depan masyarakat lokal. Dengan kerugian negara mencapai Rp. 5,7 triliun dan kerusakan lingkungan yang tak ternilai, publik kini menunggu keberanian Kejaksaan Agung RI dan Kementerian ESDM untuk bertindak tegas.

“Jika aktor utama seperti YYK tetap dibiarkan bebas, maka skandal Blok Mandiodo akan menjadi preseden buruk, bahwa di negeri ini, hukum masih bisa ditawar oleh kekuatan modal,” pungkas Hendrik.

“Minggu depan kami akan melakukan Aksi Demonstrasi jilid 2 sekaligus memasukan laporan pengaduan di Kejaksaan Agung terkait beberapa bukti baru yang kami terima, sebagai bentuk desakan kami dari aksi jilid pertama kemarin, tapi apabila penanganan perkara berjalan lambat atau tidak jelas, maka persoalan PT. Cinta Jaya akan kami laporkan ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai bentuk keseriusan kami dalam menjaga Sumber Daya Alam daerah yang kami cintai dari para mafia tambang,” tutupnya.***

Laporan: Redaksi

















koran indosultra pkk konawe utara konut




IKLAN KORAN






Koran Indosultra
error: Hak cipta dilindungi undang-undang !!