Pilkada Konut Bebas Sengketa di MK, Pasangan Rabu Tunggu Pelantikan

Indosultra.Com, Konawe Utara-Hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra), dipastikan bebas dari sengketa atau pengaduan pelanggaran di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kepastian itu merujuk pada prosedur dan proses sengketa pilkada dimana salah satu syaratnya yaitu, permohonan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pilkada. Namun, hingga saat ini tidak ada gugatan.

“Iya, data sengketa pilkada 2020 di MK Konawe Utara tidak ada,”kata Yusran Taridala selaku Sekertaris Jenderal (Sekjen) pemenangan pasangan calon (paslon) Bupati dan Waki Bupati Konut, Ruksamin-Abu Haera melalui via telefon, Rabu (23/12/2020).

Perhelatan pesta demokrasi yang berlangsung di Bumi Oheo Rabu, 9 desember lalu menetapkan pasangan nomor urut 2, Ruksamin-Abu Haera tagline Rabu meraih suara terbanyak yaitu, 24.269 suara persentase 56,6 persen.

Sedangkan rivalnya, nomor urut 1, Raup-Izkandar Z Mekuo jargon NKRI peroleh 18.597 suara persentase 43,4 persen. Selisi suara antara kedua calon sebanyak 5.672 persentase 13,2 persen.

“Saat ini kami dari kubu Rabu tengah persiapkan untuk proses pelantikan pak Ruksamin dan pak Abu Haera sebagai bupati dan wakil bupati terpilih. Untuk waktunya dibulan april nanti, doakan agar semua berjalan lancar,”ujar politisi senior Partai Bulan Bintang (PBB) ini.

Dilansir dari KOMPAS.Com – Mahkama Konstitusi (MK) telah menerima 123 permohonan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Diberitakan Kompas.com, Selasa (22/12/2020), hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari berdasarkan hasil pemantauan di laman resmi MK hingga 22 Desember 2020 pukul 01.01 WIB.

“Update per hari ini jam 01.01 WIB, 123 permohonan,” kata Hasyim.

Ia merinci 123 permohonan sengketa itu terdiri dari 109 permohonan sengketa hasil pemilihan bupati, 13 sengketa hasil pemilihan wali kota, dan satu sengketa hasil pemilihan gubernur.

Lalu, bagaimana prosedur dan proses sengketa Pilkada di MK?

Berdasarkan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, tidak semua gugatan terkait sengketa Pilkada bisa dibawa ke MK.

Institusi itu hanya menerima gugatan yang berkaitan dengan perselisihan suara hasil Pilkada.

Di luar gugatan terkait perselisihan suara, misalnya gugatan kecurangan bisa diajukan ke Bawaslu, DKPP, atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Prosedur dan proses

Menurut Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020, sejumlah tahapan dalam sengketa Pilkada yang diajukan ke MK. Tahapan pengajuan permohonan sengketa ke MK adalah sebagai berikut:

1. Pemohon mengajukan permohonan ke MK. Pengajuan bisa dilakukan melalui dua cara, yakni luring dan daring.
2. Permohonan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pilkada
3. Pengajuan permohonan terdiri atas:
-Surat permohonan.
-Fotokopi Surat Keputusan tentang Penetapan sebagai Pasangan calon atau akreditasi KPU/KIP Provinsi atau KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk Pemantau Pemilihan.
-Fotokopi KTP atau identitas pemohon.
-Fotokopi kartu tanda anggota bagi advokat sebagai kuasa hukum.
4. Permohonan, baik secara luring maupun daring, hanya dapat diajukan satu kali selama tenggang waktu pengajuan permohonan.
5. Kepaniteraan mencatat permohonan yang diajukan ke MK dalam e-BP3 yang selanjutnya diterbitkan AP3.

Tahapan selanjutnya adalah penyelesaian sengketa. Ini merupakan tahapan usai permohonan sengketa yang diajukan memenuhi syarat.

MK kemudian menggelar persidangan untuk menyelesaikan sengketa. Persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan dilaksanakan dengan urutan:
-Pemeriksaan pendahuluan.
-Pemeriksaan persidangan.
-Pengucapan putusan.

Persidangan perkara dilaksanakan dalam sidang panel atau sidang pleno terbuka untuk umum.

Tahap selanjutnya ialah penetapan hasil persidangan. Perkara perselisihan hasil suara diputus MK dalam tenggang waktu paling lama 45 hari kerja sejak permohonan dicatat dalam e-BRPK.

Putusan MK dapat berupa putusan atau ketetapan.

Amar putusan Mahkamah dapat menyatakan:

1.Permohonan tidak dapat diterima, apabila Pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat formil permohonan.
2.Permohonan ditolak, apabila permohonan memenuhi syarat formil dan pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.
3.Permohonan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, apabila permohonan memenuhi syarat formil dan pokok permohonan beralasan menurut hukum untuk sebagian atau seluruhnya.

Pengucapan putusan atau ketetapan MK dilaksanakan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum.**(IS)

Koran Indosultra Koran Indosultra