Indosultra.com, Kendari – Harapan masyarakat akan hadirnya Kolam Retensi Nanga-Nanga, Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai solusi penanggulangan banjir di Kota Kendari hingga kini masih jauh dari kenyataan.
Proyek yang mulai berproses sejak tahun 2021 itu kini terbengkalai, menyisakan penderitaan mendalam bagi para pemilik lahan yang terdampak.
Lebih tragis lagi, hingga pertengahan 2025 ini, tercatat sembilan orang warga pemilik lahan telah meninggal dunia tanpa sempat menerima kepastian ganti rugi dari pemerintah. Mereka pergi dalam penantian panjang yang tidak kunjung berujung.
Salah satu Warga pemilik lahan yang terdampak, Hj Husnia Makati mengatakan mereka yang terdampak lokasi rencana pembangunan Kolam Retensi Nanga-Nanga sangat berharap dengan pergantian pucuk pimpinan pemerintahan Sultra dapat menyelesaikan terkait dampak dari terhambatnya pelaksanaan proyek pembangunan Kolam Retensi Nanga-Nanga.
Dimana proyek tersebut kata dia, merupakan salah satu proyek penanggulangan banjir Kota Kendari yang sekaligus bisa dijadikan Destinasi Wisata Air dan tempat ber-Olah Raga masyarakat Kota Kendari khususnya.
“Sebagai gambaran umum rencana proyek dimaksud seluas 53,74 Ha dengan jumlah pemilik 66 orang yang sudah mulai berproses sejak tahun 2021 sampai dengan saat ini belum ada kejelasan realisasinya sebagaimana yang telah dijanjikan pada saat musyawarah sosialisasi akan dibayarkan ganti untung kepada warga terdampak,”ungkap Husnia dalam pernyataan tertulisnya pada awak media, Jumat (27/6/2025).
Lebih lanjut ia menerangkan alur proses tahapan yang sudah dilakukan dalam pelaksanaan realisasi proyek itu, yaitu.
Pertama, Rapat Desiminasi dan Sosialisasi kepada masyarakat tentang akan dibangunnya kolam retensi di Nanga-Nanga, narasumber Balai Wilayah Sungai (BWS) selaku PPK bertempat dikantor dan difasilitasi oleh Camat Baruga.
Kedua, Rapat Sosialisasi teknis pengadaan tanah lokasi rencana pembangunan Kolam Retensi Nanga-Nanga bersama Narasumber BAPPEDA, BPN Kota, BWS selaku PPK bertempat dikantor dan difasilitasi oleh Camat Baruga.
Ketiga, Rapat Teknis bersama Satgas A & Satgas B yang terdiri dari gabungan lintas OPD (BPN Kota/ Koordinator, Dinas Pertanian/Perkebunan, Dinas Kehutanan) yang bertugas meng-inventarisir tumbuhan dan tanaman serta pengukuran area kepemilikan tanah warga dan didampingi dari BWS selaku PPK bertempat dikantor dan difasilitasi oleh Camat Baruga.
Keempat, Bersama masyarakat Satgas A & Satgas B turun kelapangan/lokasi melakukan inventarisir tumbuh2an/Tanaman dan pengukuran lahan/lokasi warga.
Kelima, Pemberkasan/melengkapi dokumen Administrasi, copi (SKT/Sertipikat, KK, KTP), Bukti Lunas Pembayaran PBB s/d Tahun berjalan dan Surat Pernyataan Tanah Tidak Sengketa bermaterai 10.000 . Kelengkapan dokumen administrasi tsb sbg persyaratan untuk di tanda tanganinya Penetapan Lokasi (Penlok) oleh Gubernur Sultra.
“Terbitnya Penetapan Lokasi (PENLOK) Awal yang ditandatangani oleh Gubernur dan Penlok Perpanjangan ke-1 (satu) yang telah ditandatangani pula oleh Pj. Gubernur
Appraisal (Tim Independen Penentu Harga) turun dilapangan/lokasi yang selanjutnya stagnan tidak berjalan tahapan proses dan tidak ada informasi lanjutan dari para pihak sejak bulan maret 2023.”terang Husnia.
“Semua proses Tahapan dari awal hingga terbitnya Penlok (sebagai dasar penganggaran proyek kolam retensi) yang ditanda tangani oleh Gubernur yang dilibatkan warga terdampak (pemilik lokasi/lahan) bukan dari pihak lain,”lanjutnya.
Ia juga memaparkan Faktor Penghambat Proyek. Pertama, BWS selaku PPK tidak melanjutkan proses tahapan dengan alasan adanya surat dari BPN Kota ke BWS Perihal : Pemberitahuan, Nomor : AT 01-01/1454-74 71/XII/2022, Tanggal 13 Desember 2022, yang tercantum didalamnya dari hasil inventarisasi dan identivikasi ditemukan adanya informasi klaim lokasi (Kawasan Seribu) oleh pemerintah Provinsi Sultra di kawasan yang akan di bebaskan tersebut, dimana sumber informasi klaim dimaksud juga tidak dijelaskan (atas nama siapa dan instansi mana) pada surat baik lisan ataupun tertulis.
Kedua, Hasil konfirmasi warga terdampak pada BWS perihal adanya surat BPN Kota tersebut (poin 1), pihak BWS sudah 2 (dua) kali menyurat untuk minta klarifikasi ke Pemerintah Provinsi namun tidak ada tanggapan.
Ketiga, Atas inisiatif warga terdampak beberapa kali berkoordinasi ke Sekda dan Karo Hukum menyepakati adanya pertemuan-pertemuan beberapa kali baik formal maupun informal dan terakhir pertemuan formal pada Rabu, 05 Februari 2025 di Ruang Rapat Biro Hukum Prov. Sultra yang dihadiri para pihak lintas OPD/Instansi terkait diantaranya:
Karo Hukum, Kabid. Aset, Kabid Umum, Kabid Pemerintahan, BAPPEDA, Inspektorat Provinsi, BPN Kota, BWS selaku PPK, keterwakilan warga terdampak dan pelaku sejarah asal usul tanah kawasan1000 yaitu Bpk.Drs. H. Ali Akbar,M.Si. dan menghasilkan sebagaimana tertuang dalam Notulen Rapat resmi yang ditanda tangani para pihak peserta rapat.
Poin penting berdasarkan notulen rapat, Rabu, 05 Februari 2025 di Ruang Rapat Biro Hukum Prov Sultra tentang Agenda “Pembahasan terkait Waduk Retensi Nanga Nanga” yang dipimpin oleh Kepala Biro Hukum. Dihadiri Drs. H. Ali Akbar, M.Si sebagai pihak yg mengetahui dan melakukan penertiban kawasan 1000 di Nanga Nanga, sekaligus bertindak mewakili Pemerintah Sultra, dasar pencatatan oleh biro umum berlandaskan pada naskah serah terima tanah permukiman nanga nanga eksekusi.
Tapol oleh Komando Operasional Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara kepada Pemprov. Sultra sejak tanggal 27 Desember 1982 dan SK BKDH TK II Kendari Nomor 79/1976 tentang Penunjukkan Areal Tanah Negara Bebas seluas 1.000 Ha untuk permukiman kembali G.30.S/PKI atas pernyataan Drs. H. Ali Akbar,M.Si bahwa SK Bupati.
Dati II Kendari tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan tanah, begitu juga jawaban atas salah satu pertanyaan yang intinya bahwa lokasi kolam retensi bukan menjadi aset Pemprov Sultra.
“Sebagai tambahan informasi, dilokasi rencana kolam retensi juga dilewati jalur SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang prosesnya hingga penyaluran ganti untung/kompensasi juga kepada masing-masing warga pemilik lahan bukan ke pihak lainnya, “tambahnya.
Husnia menyimpulkan bahwa berdasarkan fakta yang ada, terkait proses yang terjadi dilapangan dengan adanya informasi klaim bahwa lokasi kolam retensi adalah Aset Pemprov adalah tidak tepat, dengan alasan yang menerbitkan surat perintah tugas Tim Satgas A dan Satgas B (terdiri dari OPD/ Instansi terkait yang dikoordinir oleh BPN Kota) adalah Pemprov sendiri dan Outputnya yaitu Penlok di tanda tangani oleh Gubernur Sultra yang notabene Kepala Daerah Pemerintah Sultra itu sendiri.
Dalam rapat di Ruang Biro Hukum yang dipimpin langsung Kepala Biro Hukum menghadirkan, Ali Akbar, yang mewakili pemerintah Sultra dengan sangat jelas menyatakan bahwa SK Bupati Dati II Kendari tersebut tidak dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan tanah.
Ali Akbar, yang bertindak juga memberikan jawaban atas pertanyaan dari salah satu peserta rapat yang intinya menegaskan bahwa lokasi kolam retensi bukan menjadi aset Pemprov Sultra.
“Olehnya atas hal tersebut kami mewakili warga terdampak bermohon ke Gubernur kiranya dapat untuk memberikan solusi/putusan yang ber-keadilan pada permasalahan ini (tidak ada pihak yang dirugikan baik pemerintah ataupun masyarakat) sehingga proyek prioritas pemerintah (pembangunan waduk kolam retensi Nanga Nanga) segera dapat dilaksanakan dan manfaatnya masyarakat dapat menikmati bersama,”tutupnya.
Hingga berita ini diturunkan pihak Pemerintah daerah sendiri belum memberikan pernyataan resmi terbaru terkait kelanjutan proyek maupun penyelesaian pembayaran ganti rugi.
Di tengah deretan proyek infrastruktur yang terus digembar-gemborkan, kisah pilu para warga di Nanga-Nanga menjadi potret kelam pembangunan yang tidak berpihak kepada masyarakat kecil. Sementara janji terus diumbar, luka yang ditinggalkan semakin dalam dan tak tergantikan.
Laporan: Redaksi
















