Warga Keluhkan Jalan Poros Tinondo-Uluiwoi-Ueesi

Pendakian Desa Ambapa dan Desa Solewatu Kecamatan Tinondo yang sampai sekarang masih rusak dan sukar dilewati kendaraan roda dua dan empat.(Foto:Zamrul).

INDOSULTRA.COM,KOLAKA TIMUR – Derita panjang mengenai jalan rusak masih terus dirasakan warga yang melintas di jalan poros Kecamatan Tinondo-Uluiwoi- Ueesi, Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara.

Sampai sekarang masih banyak terdapat  titik jalan yang sukar dilewati kendaraan. Terparah, manakala musim penghujan, kendaraan roda dua maupun roda empat susah untuk melintas terutama pada jalur pendakian atau penurunan tajam. Bahkan, sampai berjam-jam dalam jebakan jalan licin.

Pantauan wartawan media ini, khusus di wilayah Kecamatan Tinondo, dua titik  pendakian atau penurunan yang sangat susah dilewati kendaraan. Yaitu, yang ada di Desa Solewatu dan Desa Ambapa.

Khusus mobil yang membawa angkutan, kebanyakan membiarkan penumpangnya turun dari mobil kemudian berjalan kaki menuju tanah rata yang ada di ujung pendakian. Mirisnya, kadang kala banyak dari mereka turut membawa anak kecilnya.

“Saya baru pertama kali masuk di kampung ini. Saya dari Sulawesi Selatan. Mau ke kampung orang tua di Ameroro,”ujar Riska, salah seorang penumpang yang ditemui di jalur pendakian Desa Solewatu, Kamis (1/10/2020).

Riska melakukan perjalanan dari Sulawesi Selatan menuju Ameroro bersama suami, orangtua dan ketiga anaknya.

Nasib Riska lebih beruntung ketimbang Aris, warga Desa Latawaro. Pria ini sudah banyak makan garam atau merasakan penderitaan di jalur pendakian yang licin.

Beberapa kali pula, anak istrinya berlama-lama di jalan. Bahkan sesuai pengalaman pahitnya, Aris pernah sampai kemalaman di jalur pendakian lantaran tidak bisa melintas. Tapi saat itu ia sedang tidak bersama keluarganya.

“Seandainya bagus jalanan, tidak licin tidak seperti ini. Ini kan tinggal tanah semua, begitu turun hujan jalanan menjadi licin. Susah untuk dilalui mobil. Kalau susah lewat begini kadangkala kita mencangkul tanah supaya bisa lewat ban mobil. Atau tidak terkadang kita menunggu sampai kering tanah. Saya bilang, bagaimana mi ini. Kapan bagus ini jalanan,” keluhnya.

Cerita pahit melintas dipendakian licin juga sangat dirasakan oleh siswi SMK 1 Tinondo bernama Elvi. Ia merasa tersiksa saat melalui jalur licin begitu. Namun hanya karena semangat bersekolah, mau tidak mau ia harus menanggung segala resiko yang terjadi.

Jarak tempat tinggal Elvi dengan sekolah kurang lebih 10 kilometer. Kalau ke sekolah ia selalu menggunakan sepeda motor.

“Saya sudah sering terjatuh, baik pergi maupun pulang dari sekolah. Tidak bisa mi dihitung berapa kali. Kotor semua seragam sekolah, tapi mau diapa sudah begitu mi. Saya berharap agar pemerintah bisa memperbaiki jalanan kami supaya tidak begini lagi (rusak dan licin),”pasrahnya.

Para sopir penumpang jurusan Uluiwoi-Kolaka juga merasakan penderitaan yang sama. Salah seorang sopir angkutan, Murham mengatakan, selama pemerintahan Bupati Tony Herbiansah, jalan yang mereka lalui diperbaiki tetapi hanya sekedar digreder saja. Itupun digreder tanpa diberikan material.

“Seperti saya sopir mobil penumpang, apabila musim hujan dan jalanan licin, mobil saya simpan di bawah, masyarakat jalan kaki sampai disebelah (Desa Ambapa) kurang lebih 3 sampai 4 kilometer sampai ke rumahnya. Barang-barang milik penumpang biasa saya angsur pakai motor,” ujarnya.

Murham mengaku akibat pengaruh jalan licin, ongkos dari penumpang yang didapat terkadang tidak berbanding lurus dengan biaya perbaikan mobil saat mengalami kerusakan.

“Paling sehari biasa kami dapat 200 ribu bersih. Tetapi kalau mobil kami rusak ongkos perbaikannya bisa sampai 500 ribu,”sebutnya.

Ia menitip harapan bahwa siapapun yang menjadi bupati ke depan agar sekiranya dapat memperbaiki jalan poros menuju Uluiwoi maupun Ueesi.

“Siapapun dia naik nomor satu maupun nomor dua. Kita butuh perubahan bukan janji,”katanya.*

Laporan : Zamrul