KIS Nonaktif, Orangtua Bayi Kembar 4 Asal Koltim Butuh Bantuan Para Dermawan

KIS Nonaktif, Orangtua Bayi Kembar 4 Asal Koltim Butuh Bantuan Para Dermawan
Pasutri Ketut Darmo dan Made Pariani orang tua bayi kembar.

Indosultra.com, Kendari – Terkendala Kartu Indonesia Sehat (KIS) nonaktif, Ketut Darmo dan Made Pariani, orangtua bayi kembar 4 asal Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) butuh bantuan biaya rumah sakit. Diketahui Made Pariani bersama putri kembarnya masih dirawat di Rumah Sakit Setia Bunda di Unaaha, Kabupaten Konawe sejak hari Senin (13/6/2022).

Ketut Darmo, ayah dari bayi kembar mengatakan sekitar satu bulan yang lalu dirinya sudah konfirmasi ke Dinas Sosial Koltim, namun hingga sekarang tak kunjung ada respon untuk diaktifkan. “Kami diarahkan karna kami cek itu kami punya istri KIS nya tidak aktif, setelah itu kami diarahkan mengajukan permohonan kembali di Dinas Sosial begitu. Sampai sekarang kami cek nah belum aktif juga, dari dinas sosial sudah sampaikan hal seperti itu juga,”kata Ketut dihubungi via telpon, Rabu (15/6/2022).

Ia mengaku, dana yang dimiliki tak cukup untuk membayar biaya operasi cancer istrinya termasuk biaya inkubator putri kembar itu. ” Saya belum tau berapa biaya, pihak rumah sakit juga belum menyampaikan ke kami soal itu,” ungkapnya.

Kepala Dinas Kesehatan (Kadis) Koltim, Barwik Sirait, menuturkan dirinya sudah bertemu dengan orangtua bayi di Rumah Sakit Setia Bunda Konawe, dan memastikan kondisi si bayi dan ibunya baik-baik saja.

Berita Terkait :
Satu dari Bayi Kembar 4 Asal Koltim Meninggal, Tiga Dirawat Intensif

“Tadi saya sudah dari Rumah Sakit, kondisi ibu sudah baik-baik, sudah sehat-sehat kemudian kondisi bayinya, karna memang dia prematur, kembar 4 lagi, jadi memerlukan perawatan khusus. Jadi kondisinya saya sudah lihat saya sudah perhatikan,”kata Barwik saat dihubungi, Rabu (15/6/2022).

Lanjutnya, terkait dengan ketidakaktifan KIS dirinya tidak bisa memberikan keterangan pasti sebab hal tersebut berhubungan dengan pihak Dinas Sosial. “Karna memang secara praktis gini, setiap kartu penerima PBI atau KIS kalau 3 bulan dia tidak mengakses atau tidak ketemu dengan fasilitas kesehatan itu dinonaktifkan kartunya. Itu orang harus ketemu petugas kesehatan atau puskesmas, ya minimum 1 kali dalam 3 bulan,” terangnya.

” Jadi ini rupanya mereka tidak aktif. Kemudian ketika mereka aktifkan, enda tahu mereka nanti teman-teman dinas sosial bisa mengkonfirmasi ulang,”tambahnya.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pengelola Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (PDTKS) Dinas Sosial Koltim, Lukman, mengatakan telah merespon pihak orangtua bayi yang telah melakukan konfirmasi, namun KIS tersebut tidak bisa diaktifkan lagi karna sudah penonaktifan lebih dari 6 bulan.

“Kalau aturannya, yang bisa diaktifkan kembali itu, dia punya syarat itu yang pertama dalam keadaan urgen, yang kedua penonaktifannya itu tidak lewat dari enam bulan. Nah kalau Ibu Made Pariani ini dia penonaktifan kemarin itu di tahun 2019, kalau dia belum cukup dari 6 bulan dinonaktifkan maka dia bisa diaktivasi,”jelas Lukman saat dihubungi via telpon, Rabu.

Lukman juga mengucapkan bahwa pihak sudah melakukan konfirmasi ke BPJS kesehatan pada Selasa (14/6/2022) sejak kapan dinonaktifkan, sebab pihak dinsos, hanya bisa mengecek warga yang dinonaktifkan yang tidak lewat dari 6 bulan. Jika lewat dari itu maka pihaknya sudah tidak bisa mendeteksi.

“Makanya kemarin saya konfirmasi ke pihak BPJS Kolaka Timur minta tolong dicek kan warga ini kapan sebenarnya dia dinonaktifkan, nah ternyata dia dinonaktifkan 2019, maka tidak bisa diaktivasi kembali,”kata Lukman.

Pihaknya, lanjut Lukman, sudah berupaya mengusulkan Bantuan Sosial (Bansos) bagi keluarga pasien pada bulan Mei lalu, namun KIS yang terbaru belum bisa ditetapkan oleh pemerintah pusat, “Dia kan termaksud peserta PKH yang tidak berlanjut bantuannya, karna kemarin dia punya data bermasalah. Data kependudukan bermasalah dengan data pusat di Kemensos, makanya bantuannya dinonaktifkan,”tambahnya.

Lukman menambahkan, pihaknya sudah mencari solusi namun tidak bisa berbuat banyak sebab terkendala oleh sistem aturan yang ada. Pihaknya hanya sebatas mengusulkan ke pihak pemerintah pusat untuk menentukan agar diserahkan kepihak BPJS.

“Makanya sebenarnya kalau kita punya harapan ke masyarakat, setidaknya kalau untuk dalam kondisi urgen utamanya yang hamil upayakanlah dia pergi cek dia punya kartu di puskesmas, supaya terdeteksi apakah kartunya aktif atau tidak,” kata Lukman.

“Nah kalau dia lebih awal memang cek bahwa ternyata sudah tidak aktif, dia kan bisa melaporkan agar bisa diusulkan ke APBD diusulkan ke pusat, yang terakhir kalau memang dua-duanya enda bisa, ya sebelum kelahiran ya minimal dulu kita pake kan mandiri, dia harus mendaftar mandiri dulu, itu harapan kita ke masyarakat,”tutupnya. (a)

Laporan : Ramadhan