Ini 3 Kesepakatan Soal Sengketa Lahan Cagar Budaya Makam Pakandeate

Pimpinan Rapat Musyawarah Makam Pakandeate atau Tutuwi Motaha. Tengah Camat Anggaberi Pendi SE. M. SI. Kanan, H. Sukiman Tosugi. Duduk sebelah Kiri H. Gamus.

Indosultra.com, Unaaha – Pemerintahan kecamatan Anggaberi menggelar musyawarah penyelesaian dugaan penyerobotan lahan cagar budaya Makam Pakandeate atau Tutuwi Motaha, bertempat di Balai Desa Anggaberi, Rabu (19/1/22).

Musyawarah ini merupakan tindaklanjut hasil rapat dengar pendapat (hearing) yang digelar di kantor DPRD kabupaten Konawe beberapa waktu lalu, untuk mengembalikan segala penyelesaian lahan tersebut ke pemerintah kecamatan Anggaberi.

Camat Anggaberi Pendi.SE.M.Si, mengawali musyawarah mengatakan dalam musyawarah ini tidak boleh ada yang membicarakan masalah silsilah dan turunan karena semua yang hadir di sini adalah keluarga.

Foto Bersama tokoh masyarakat dan unsur Pemerintahan Kecamatan Anggaberi.

“Hari ini kita hadir sebagai keluarga, tidak ada yang akan melindungi dan memelihara warisan leluhur di Anggaberi, kalau bukan kita sendiri,” tegasnya.

Persoalan lahan di Anggaberi hanyalah persoalan komunikasi yang hilang antar keluarga.

“Semua keluarga pemilik tiga sertifikat di lahan makam tersebut adalah keluarga, dan mereka semua baik Jasran, Kartini Pagala maupun Sukiman Tosugi masing – masing 1 hektar tidak ada niatan mereka untuk memiliki lahan tersebut secara pribadi,” ungkap Pendi.

Masih kata Pendi, jika kita sepakat maka mereka dengan iklas akan mengembalikan semua sertifikat tersebut ke pemerintah kecamatan, dan diserahkan secara wakaf dengan menerbitkan Akta Hibah.

Pantauan di lokasi musyawarah, sempat terjadi perdebatan alot antar sesama tokoh masyarakat tetapi dapat diredam oleh pemerintah kecamatan Anggaberi hingga akhirnya menghasilkan 3 kesepakatan.

Berikut tiga kesepakatan yakni lokasi makam sudah diamankan pihak kecamatan Anggaberi, kemudian sebelum ada keputusan bersama pihak Pemerintah kecamatan dan Badan Pertanahan Negara selesai, semua pihak dilarang keras atau tidak boleh ada kegiatan di lahan tersebut.

Terakhir setelah ada putusan, maka pihak kecamatan akan memberikan rekomendasi agar makam tersebut diterbitkan sebagai cagar budaya oleh kementrian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia.

Setelah menyepakati 3 hal tersebut Camat Anggaberi Pendi menutup acara musyawarah tersebut, dan mengajak semua peserta rapat untuk mengedepankan asas keluarga di atas keuntungan pribadi. (b)

Laporan : Febri

Koran Indosultra Koran Indosultra